Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW bersabda:
“لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيِه مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ”.
“Tidak beriman (secara sempurna) salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam sebagai agama mulia, tidak saja mengajarkan kepada pemeluknya untuk menjalin hubungan dengan Sang Pencipta (hablumminnallah) dengan baik, akan tetapi dia juga mengajar untuk saling menjaga hubungan baik dengan manusia (hablumminannas). Sehingga apabila kedua jalinan itu berlangsung baik, maka kesuksesan hidup yang hakiki, yaitu bahagia di dunia dan di akhirat akan dapat diraih, walaupun kebahagiaan dunia tidak bisa diukur dengan banyaknya materi; karena betapa banyak orang yang memiliki harta berlimpah, namun hidupnya tidak tenang dan tidak bahagia, sebaliknya orang yang memiliki harta cukup dan biasa saja, namun dia selalu merasakan kebahagiaan dalam hidupnya..
Seorang Mukmin yang baik tentunya akan rindu dan ingin saudaranya baik seperti dia, hingga mendapatkan kesuksesan hakiki, sukses dunia dengan meraih keberkahan hidup dan sukses akhirat dengan terhidarnya dari api neraka dan masuk ke dalam surganya kelak dengan mendapatkan kenikamatan yang tiada henti.
Dalam hadits yang telah diinformasikan seorang sahabat yang bernama Anas bin Malik, pembantu Rasulullah SAW telah dijelaskan bahwa beliau SAW memberikan petunjuknya kepada setiap Mukmin agar menjaga kesempurnaan iman dengan selalu mencintai saudara seimannya sebagaimana dia mencitai dirinya. Beliau memberikan suatu arahan agar kita mampu mewujudkan kasih sayang dan saling peduli serta mencintai kepada saudara seakidah. Mencintai saudara seiman sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Kita cintai saudara kita tuk mendapatkan kebaikan dan keberkahan dunia sebagaimana kita telah mendapatkannya, kita pun ingin saudara kita kelak bersama-sama dengan kita mendapatkan ridha dan surga Allah SWT, yang ketika orang memasukinya lupa akan segala kesulitan hidup di dunia.
Tunjukkan aku, di mana pasar?
Saat pertama kali Rasulullah SAW mempersaudarakan antara kaum Anshar dan Kaum Muhajirin, ada kisah unik yang pernah terjadi dikalangan sahabat ini. Seorang Abdurrahman bin Auf yang memiliki kelihaian dalam berniaga, lebih memilih untuk ditunjukkan letak pasar dari pada memilih menerima tawaran sahabat Anshar, Sa’ad bi Rabi’, untuk menikahi salah seorang isterinya setelah diceraikan dan berlalu masa iddahnya, atau menerima sebagian hartanya yang akan diberikannya. Sikap sahabat Anshar tersebut adalah bukti mahabbah (cinta) dan ukhuwah (persaudaraan) kepada sahabat Muhajirin. Mari kita berkaca pada kisah ini, apakah setiap kita sudah mencintai saudara seiman seperti kita mencintai diri kita sendiri? di saat saudara kita membutuhkan pertolongan dan perhatian kita?
Kisah itsar
Kisah unik lainnya adalah yang pernah terjadi dalam suatu peperang, saat itu ada seorang mujahid meminta air minum dengan suara kesakitan, namun setelah dia hampir meminumnya, dia pun mendengar saudaranya yang meminta seteguk air dengan suara kesakitan pula, namun setelah dia hampir saja meminumnya diapun mendengar saudarnya meminta seteguk air. Dia pun akhir mendahulukan saudaranya itu untuk meminumnya. Subahanallah, demikian Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar mempu mendahulukan saudara seimannya dari pada dirinya sendiri walau disendiri membutuhkannya.
Iman yang Sempurna
Dengan mencitai saudara kita seperti kita mencintai diri kita sendiri, maka kesempurnaan iman akan kita raih, demikian isyarat dari Rasulullah SAW dalam hadits di atas. Oleh karenanya, hendaknya sebagai orang yang memiliki keimanan yang benar maka, jadikan saudara seiman kita seakan dia adalah diri kita, sehingga kita akan merasakan bagai satu tubuh yang satu, sakit dan senang akan dapat dirasakan bersama-sama. Dan Allah pun akan senantiasa menolong kita selagi kita mau menolong saudara kita. Mari raih kesempurnaan iman dengan mencintai sesama.Wallahu a’lam bishshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar